Adopsi Coffee Shop Gaya Baru dengan Zero Emission dan Zero Waste

(Yogyakarta, 2025) Satu dekade terakhir kebiasaan minum kopi dalam masyarakat memiliki pertumbuhan yang signifikan. Coffee shop menjamur di berbagai kota, menjadi tempat berkumpul, bekerja, hingga simbol gaya hidup. Fenomena ini mendorong peningkatan konsumsi kopi domestik secara signifikan. Kondisi tersebut linier dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap kopi, terutama di kalangan generasi muda. Menurut data dari International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi dunia pada 2023 mencapai lebih dari 170 juta kantong (dengan satu kantong setara 60 kilogram), menandakan betapa kuatnya eksistensi kopi dalam kehidupan modern.

Indonesia merupakan salah satu produsen kopi terbesar di dunia. Namun, sebagian besar produksi kopi nasional berasal dari perkebunan rakyat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sekitar 99,56% produksi kopi Indonesia berasal dari perkebunan rakyat, sementara sisanya berasal dari perusahaan negara dan swasta. Angka ini mendeskripsikan hampir secara keseluruhan penggerak dari produksi kopi dalam negeri adalah para petani dengan jumlah mencapai 1,3 juta petani kopi di Indonesia yang berperan dalam produksi kopi nasional. Eksistensi ini menjadi selaras dengan konsumsi kopi yang masif oleh masyarakat Indonesia. Ketersediaan dan keberlanjutan lingkungan akan demand yang semakin tinggi juga menjadi catatan yang perlu diperhatikan.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan krisis iklim dan jejak karbon industri, berbagai sektor mulai bertransformasi menuju praktik yang lebih berkelanjutan tak terkecuali industri coffee shop. Salah satu konsep yang kini mulai diadopsi adalah green building atau bangunan hijau yang mengarah pada zero emission. Zero emission dapat diartikan dengan mekanisme operasional bangunan menjadi tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Dalam konteks coffee shop, ini bisa diwujudkan dengan pemanfaatan energi terbarukan seperti panel surya, ventilasi alami, pengurangan penggunaan AC, hingga sistem pencahayaan LED hemat energi. Penggunaan material bangunan lokal dan ramah lingkungan juga menjadi bagian dari inisiatif ini. Green building bukan sekadar tren, melainkan solusi yang terbukti dapat mengurangi jejak karbon secara signifikan. Menurut data dari World Green Building Council, gedung dengan standar efisiensi energi dapat mengurangi emisi karbon hingga 30-50%. Angka ini menjadi tolak ukur yang mampu dijadikan rujukan untuk standarisasi keberlanjutan pada unit usaha coffee shop.

Selain emisi, aspek penting lain dari keberlanjutan coffee shop adalah pengelolaan limbah. Konsep zero waste mendorong agar semua material yang digunakan dapat didaur ulang, digunakan ulang, atau dikomposkan sehingga mampu mengurangi limbah yang dibuang ke TPA menjadi seminimal mungkin. Limbah ampas kopi yang selama ini dibuang, bisa diolah menjadi pupuk organik, bahan baku sabun alami, furniture penunjang coffee shop, bahkan bahan bakar biomassa. Sedangkan cup kopi berbahan plastik dapat digantikan dengan kemasan biodegradable atau sistem bring-your-own-cup oleh pelanggan. Kampanye ini mampu menekan produksi sampah tidak ramah lingkungan dan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan secara total. Sebagai contoh, ampas kopi yang dikeringkan bisa digunakan sebagai bahan bio-brick, yakni bata ramah lingkungan untuk konstruksi. Hal ini telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan sosial seperti Incredible Husk dan Bio-bean di Inggris.

Beberapa coffee shop dunia dan lokal telah membuktikan bahwa gaya hidup ramah lingkungan dan berkelanjutan bukan hanya sekadar idealisme. Sebagai contoh Blue Bottle sebagai salah satu pionir kopi spesialti di dunia mendorong mekanisme keberlanjutan. Hal ini ditunjukan dengan pernyataan komitmen Blue Bottle dalam mengumumkan target untuk menjadi coffee shop zero waste dan zero emission di semua lokasi mereka pada 2024. Mereka telah mengganti cangkir sekali pakai dan mengadopsi sistem daur ulang limbah kopi menjadi produk lain. Proses keberlanjutan juga tidak hanya diterapkan pada _store-_nya saja melainkan pada seluruh rantai produksi dari petani hingga konsumen.

Investasi dalam sistem berkelanjutan memang memerlukan modal awal yang lebih besar. Namun dalam jangka panjang, coffee shop yang menerapkan zero emission dan zero waste memiliki efisiensi operasional yang tinggi. Penghematan energi, pengurangan biaya pengelolaan limbah, dan insentif pajak dari pemerintah bisa menjadi keuntungan nyata. Di sisi lain, nilai merek (brand value) meningkat karena konsumen, terutama Gen Z dan millennial, lebih memilih brand yang peduli terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil survey dari PwC pada tahun 2024 didapatkan data global berupa, 80% konsumen global menyatakan bersedia membayar lebih untuk produk yang diproduksi atau bersumber secara berkelanjutan. Rata-rata, konsumen bersedia membayar premi sebesar.

Transformasi coffee shop menuju konsep zero emission dan zero waste bukan lagi sebuah opsi, melainkan kebutuhan yang eksis di tengah krisis iklim dan tingginya konsumsi kopi global. Dengan memadukan semangat keberlanjutan dan inovasi, pelaku industri kopi mulai dari petani hingga pemilik coffee shop memiliki peluang besar untuk menciptakan ekosistem usaha yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga menguntungkan secara ekonomi. Langkah kecil seperti pengolahan limbah ampas kopi atau penggunaan energi terbarukan, jika dilakukan secara konsisten, dapat memberikan dampak besar bagi lingkungan dan memperkuat loyalitas konsumen. Sekarang waktunya coffee shop beranjak, tidak hanya menyajikan cita rasa terbaik dari biji kopi lokal, tetapi juga menyajikan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan dalam setiap cangkirnya.

Oleh : Dani Abyan Adam

Weekly newsletter
No spam. Just the latest releases and tips, interesting articles, and exclusive interviews in your inbox every week.
Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.