Konflik Iran–Israel–AS: Ancaman Nyata bagi Krisis Iklim & Net Zero Emission

Dalam beberapa hari terakhir, ketegangan antara Iran, Israel, dan potensi keterlibatan langsung Amerika Serikat memuncak. Israel meluncurkan serangkaian serangan udara ke fasilitas nuklir Iran, termasuk Natanz, Isfahan, dan Arak, sementara klaim mengenai pusat nuklir Bushehr kemudian dibantah. Iran pun merespons dengan membombardir kota-kota seperti Tel Aviv dan Haifa menggunakan drone dan rudal, menimbulkan korban sipil serta kerusakan pada gedung-gedung penting, termasuk Gedung Kedutaan AS. Ancaman langsung terhadap fasilitas nuklir memicu kekhawatiran akan kemungkinan kontaminasi udara dan air sekitar Teluk, yang sangat bergantung pada air laut terdesalin.

Secara global, tensi ini sudah mulai berdampak nyata pada sektor energi. Harga minyak dunia melonjak sekitar 7–14% sejak pekan lalu, mendekati US$75–90 per barel, mengikuti kekhawatiran potensi penutupan Selat Hormuz—jalur krusial bagi hampir 20% pasokan minyak global . Lonjakan harga ini memicu lonjakan harga minyak nabati seperti minyak kedelai (+11%) dan minyak sawit (+6%), mendorong permintaan terhadap biofuel sebagai alternatif.

Dampak dari konflik militer ini tak hanya terbatas pada ekonomi; dampak lingkungan juga sangat serius. Data dari konflik Gaza, yang menjadi preseden, menunjukkan emisi karbon bisa mencapai 281.000–450.000 ton CO₂e dalam 60 hari—setara dengan pembangkit batu bara selama setahun. Rekonstruksi pasca konflik pun menambah emisi hingga jutaan ton CO₂. Padahal militer global secara keseluruhan menyumbang sekitar 5,5 % emisi rumah kaca dunia, dan sering tidak dicantumkan dalam laporan formal seperti Paris Agreement .

Konflik Iran–Israel–AS memiliki potensi memperburuk jejak karbon ini. Operasi udara, peluncuran rudal, distribusi persenjataan, dan mobilisasi global melalui dukungan logistik dari AS secara langsung menambah beban emisi. Ditambah lagi, penyebaran operasi militer atau kemungkinan pecahnya eskalasi menjadi perang besar akan menguras carbon budget global, yang berpotensi menjauhkan target Net Zero Emission 2050.

Lalu, bagaimana arah aksi mitigasi? Langkah tangkal yang layak adalah mendorong transparansi penuh dalam pelaporan emisi militer (inklusi Scope 3+ emissions), memperkuat green diplomacy dalam negosiasi geopolitik, dan mengalihkan sebagian anggaran pertahanan ke investasi energi terbarukan dan restorasi ekosistem. Selain itu, perlu pula mekanisme internasional yang menjamin perlindungan lingkungan sepanjang konflik, terutama di area sensitif seperti fasilitas nuklir dan sumber air .

Weekly newsletter
No spam. Just the latest releases and tips, interesting articles, and exclusive interviews in your inbox every week.
Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.