(Yogyakarta, 2025) Gaya hidup modern yang serba instan telah mendorong konsumsi produk sekali pakai, termasuk botol plastik. Setiap tahun, dunia menghasilkan jutaan sampah plastik yang sebagian diantaranya masuk ke lautan . Di Indonesia sendiri, konsumsi plastik sekali pakai sangat tinggi, dan botol minum plastik termasuk salah satu penyumbang utamanya. Kondisi ini menjadikan penumpukan sampah yang signifikan. Hal ini dapat kita sadari dengan maraknya produk minuman praktis yang menggunakan botol plastik sebagai kemasan nya. Produksi plastik tidak hanya menghasilkan limbah fisik, tetapi juga menyumbang emisi karbon yang signifikan. Menurut laporan Center for International Environmental Law (CIEL), pada 2019, industri plastik global menghasilkan lebih dari 850 juta ton (0,86 gigaton) CO₂e-jumlah ini setara dengan emisi dari 189 pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 500 megawatt yang beroperasi penuh.
Berangkat dari permasalahan tersebut muncul berbagai kampanye pengurangan penggunaan botol sekali pakai yang diinisiasi dengan istilah tumbler. Konsep tumbler berakar dari penemuan termos oleh Sir James Dewar pada akhir abad ke-19. Namun, wadah minum modern (tumbler) mulai populer pada pertengahan abad ke-20 sebagai bagian dari tren gaya hidup sehat dan hemat. Saat ini, tumbler berbahan stainless steel, kaca, dan BPA-free plastik menjadi simbol kesadaran lingkungan dan pengurangan penggunaan wadah sekali pakai. Sejak tahun 2000-an, muncul gerakan zero waste dan kampanye plastic-free yang mendorong penggunaan tumbler sebagai gaya hidup berkelanjutan.
Penggunaan tumbler bukan hanya sebagai gaya hidup yang baru, melainkan sebuah terobosan untuk mencapai keberlanjutan lingkungan. Hal ini bisa terpenuhi dengan syarat perilaku serupa dilakukan secara masif. Sebagai bentuk gambaran dampak yang nyata, penggunaan tumbler secara rutin dapat membantu mengurangi emisi karbon melalui beberapa cara berikut:
Di Indonesia, gerakan "Satu Juta Tumbler" diluncurkan oleh KLHK bekerja sama dengan komunitas lingkungan, yang bertujuan mengurangi konsumsi plastik di kalangan milenial dan pelajar. Kampanye ini berhaluan utama pada edukasi dan sosialisasi secara masif untuk tindakan yang lebih ramah lingkungan. Namun, kecenderungan perilaku ini hanya didasarkan pada tren atau gaya hidup, daripada pengetahuan dampak nya secara langsung. Data dari UNDP Indonesia juga menyebut bahwa inisiatif penggunaan ulang botol minum dapat mengurangi konsumsi plastik hingga 30% di wilayah urban.
Upaya penggunaan tumbler ini masih memerlukan dukungan dari berbagai sektor terkait untuk menciptakan gerakan yang lebih masih. Hal ini dikarenakan beberapa kendala kerap ditemui dalam penerapannya, sebagai contoh kurangnya fasilitas pengisian air minum di tempat umum yang mampu menghambat penggunaan tumbler. Disisi lain belum semua orang menyadari pentingnya penggunaan tumbler dan dampaknya terhadap lingkungan. Hal ini perlu didorong dengan kampanye dari setiap lapisan masyarakat. Upaya ini bisa dilakukan dengan mendorong kantor, kampus, atau kafe memberi diskon bagi pelanggan yang membawa tumbler sendiri. Aksi ini mampu memberikan dampak yang signifikan dalam adopsi penggunaan tumbler dalam masyarakat secara masif.
Oleh : Dani Abyan Adam